Tuesday, May 25, 2010

pentas seni

assalaamu'alaikum wr. wb

subhaanalllah, waktu berjalan begitu cepat. tidak terasa ... masa pembelajaran hampir berakhir. TK Islam miftahul fath akan mengadakan pentas seni pada hari sabtu, 19 Juni 2010 sebagai akhir pemblajaran.

bagi para orang tua yang ingin melihat prestasi anak didik kami, kami undang kehadirannya pada acara tersebut. bagi kami pentas seni merupakan media pertanggungjawaban proses pembelajaran dan pembentukan karakter anak didik. dalam pentas seni ini, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak akan terlihat nyata. tidak bisa dimanipulasi, real ... apa adanya. perkembangan mereka, keberhasilan dan kekurangan yang ada merupakan satu step dari proses yang panjang.

pembelajaran di tk hanyalah proses awal yang mengantarkan kematangan ke jenjang selanjutnya. prestasi anak didik sekarang merupakan peluang kesuksesan mereka di masa mendatang. kami hanya meletakkan fondasinya ... tuai dan rangsanglah di masa mendatang.

kami tunggu di :
TK ISLAM MIFTAHUL FATH
KOMP. GBA III BLOK O5 NO.1 JL. BUNGA RAYA - CIPAGALO - CIGANITRI - KAB. BANDUNG
HARI SABTU, 19 JUNI 2010 JAM 08.15 - 13.00

kami tunggu, terima kasih ...

Wassalam
zona

Tuesday, May 18, 2010

Kepala Sekolah Berprestasi

assalaamu'alaikum wr. wb.

Apa kabar bapak/ibu pemerhati pendidikan anak? lama... saya tidak berkunjung dan menjumpai peminat pendidikan PAUD. 7 Mei yang lalu, saya diutus UPTD Bojongsoang untuk mengikuti lomba KS Berprestasi.

pengalaman yang menarik, terutama saat mempresentasikan Penelitian Tindakan Sekolah yang menunjukkan kinerja KS dalam membina Guru agar dapat meningkatkan kualtas mereka dalam mendidik dan menangani anak-anak. juri menyatakan penelitian ini bagus dan bermanfaat. Semoga pembaca pun mendapat hikmahnya dan sangat ditunggu ritik dan sarannya.

wassalam
zona

Kemampuan Guru Dalam Menangani Problema Anak Dengan Pendekatan Dialogis Dan Kontrol

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sekolah diharapkan dapat menjadi lingkungan kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mentalnya, sekaligus dapat memberi rangsangan optimal bagi pertumbuhan otaknya, demikian pesan UU SISDIKNAS bagian ketujuh pasal 28 ayat 3. Artinya, sekolah befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Rangsangan kecerdasan merupakan satu hal yang utama, mengingat empat tahun pertama kehidupan anak merupakan masa keemasan, sebagaimana hasil penelitian Burton L. White, dimana otak anak tumbuh hingga 50%, dan selanjutnya, pertumbuhan ini bertambah 30% hingga anak berusia 8 tahun. Pertumbuhan otak ini tentunya menjadi peluang bagi optimalisasi perkembangan kecerdasan anak, yang tingkat keberhasilannya sangat bergantung pada rangsangan yang diberikan.
Untuk dapat memberikan pendidikan terbaik, tentunya ditentukan oleh program yang dicanangkan. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada pelaksananya. Oleh karena itu, pada jenjang sekolah manapun Sumber Daya Manusia (SDM) menempati kedudukan yang paling vital, karena menentukan tingkat keberhasilan program yang diselenggarakan. Daya dukung dan ketersediaan sumber-sumber daya akan menjadi sia-sia apabila ditangani oleh orang-orang yang tidak kompeten dan kurang komitmen.
Kesadaran akan pentingnya SDM yang berkualitas ini menjadi satu obsesi di TK Islam Miftahul Fath yang mengusung visi “membentuk anak shaleh yang cerdas dan percaya diri”. Kepiawaian guru menangani anak dan melaksanakan proses belajar mengajar merupakan kunci keberhasilan dan ketercapaian visi.
Sesuai visi, maka pembelajaran yang dilaksanakan bertujuan untuk menanamkan fondasi ’sikap belajar’. Rangsangan sikap belajar difokuskan pada ”konsentrasi dalam beraktivitas, respon dan minat untuk belajar’. Diharapkan jika sikap belajar ini dapat dikondisikan menjadi kebiasaan anak dalam beraktivitas, maka anak akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Kondisi ini akan menjadi peluang bagi anak untuk memiliki kecerdasan yang dapat dikembangkan di kemudian hari sesuai tingkat pendidikannya.
Fenomena di setiap tahun ajaran baru adalah adanya anak-anak yang mengalami kesulitan dalam pengkondisian ’belajar yang bermain’. Mereka mengalami kesulitan untuk fokus pada permainan dan menerapan pendisiplinan. Padahal, disiplin merupakan prasyarat dalam pembentukan sikap belajar. Kebanyakan anak-anak tidak memahami ’ waktu’, yaitu kapan untuk main, untuk berlatih, untuk melaukan tugas dsb.
Dua persoalan di atas, yaitu penananam disiplin dan konsentrasi merupakan tantang bagi kami, agar proses pembelajaran yang mereka alami menjadi bermakna dan mampu mengubah kehidupan anak sehingga mereka memiliki fondasi kepribadian. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya SDM yang berkualitas ini menjadi satu obsesi di TK Islam Miftahul Fath .
Agar kualitas SDM dapat senantiasa ditingkatkan maka dituntut kesefahaman bahwa setiap elemen yang terlibat harus siap untuk bekerja sama dan menjadi pembelajar yang baik. Membangun lingkungan kerja yang berbudaya ’kerja sama’ dan setiap individunya menjadi pembelajar merupakan sebuah proses panjang. TK Islam Miftahul Fath berdiri sejak 1997 mencoba menggali pengalaman ini menjadi PTS dengan harapan agar menjadi pembelajaran dan dapat lebih ditingkatkan.

B. Identifikasi masalah

Proses pembentukan sikap belajar pada anak sangat membutuhkan lingkungan yang kondusif. Penanaman disiplin dan latihan konsentrasi harus dilaksanakan di sepanjang waktu anak di sekolah. Oleh karena itu, kerja sama guru-guru dan pembagian kerja yang jelas di antara mereka akan membantu keterlaksanaan program yang dicanangkan.
Kasus anak dijadikan media pembelajaran guru untuk melihat perubahan yang terjadi dari program tersebut. Kepala sekolah sebagai pembimbing sekaligus evaluator yang akan mencermati persoalan – penanganan – perubahan dan keberhasilannya. Untuk itu perlu mencermati proses penanganan yang guru lakukan dengan mengondisikan :
• Budaya terbuka dan klarifikasi
• Kesadaran melaksanakan tugas secara konsisten dan konsekuen
• Mencermati gejala gangguan interpersonal
• Membincangkan perkembangan anak
• Mendiskusikan penanganan anak
• Pembiasaan keteladanan
• Implementasi pengarahan dan bimbingan

C. Rumusan Masalah

Sesuai tugas kepala sekolah untuk menciptakan budaya sekolah yang kondusif, yaitu antara lain mampu memberdayakan guru, maka proses penanganan masalah ini dijadikan sarana ’pembelajaran bagi guru’. Oleh karena itu rumusan masalahnya adalah ”apakah pendekatan dialogis dan kontrol dapat meningkatkatkan kemampuan guru dalam menangani problema anak?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menangani anak yang mengalami hambatan dalam konsentrasi dan disiplin. Penanganan kasus anak dijadikan barometer dari proses bimbingan dan pengarahan kepala sekolah kepada guru.

E. Manfaat dan Hasil Penelitian

Dengan penelitian tindakan sekolah ini, maka
• Dapat mencermati anak yang bermasalah
• Dapat memahami latar belakang anak yang bermasalah
• Dapat mengetahui ’penyebab’ permasalahan
• Dapat membantu menyelesaikan masalah anak
• Dapat melihat ketepatan cara guru menangani anak
• Dapat membimbing guru membuat program yang tepat dalam menangani persoalan anak

II. KAJIAN PUSTAKA DAN RENCANA TINDAKAN

A. Kajian Teori

Guru sebagai pendidik harus menyadari perannya untuk mengubah anak didik ke arah yang lebih baik. Perubahan itu harus dipandu oleh aturan yang memiliki kepastian akan kebenarannya, yaitu al Qur’an. ”(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”, dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran (3) ayat 138.

Aturan yang disosialisasikan kepada anak dalam aktivitas hariannya dilakukan sebagai pembiasaan dengan motivasi agar anak mendapatkan cinta dan pertolongan Allah. Kedua hal ini sangat penting, agar anak memiliki obsesi yang benar dalam hidupnya.
Guru sebagai pendidik harus menjadi teladan. Terlebih lagi bagi anak-anak yang memang masih menjadi peniru. Cara guru bersikap inilah yang menjadi pembelajaran bagi anak yang tertanam dalam pengalaman hidupnya. Oleh karena itu gurupun perlu memiliki obsesi untuk dapat mengikuti dan meneladani guru terbaik. Sesuai Q.S. Al Ahzab (33) ayat 21

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Maka yang menjadi guru terbaik tentunya Rasulullah sendiri, karena beliau adalah teladan yang akhlaqnya adalah al Qur’an. Dalam mendidik, guru perlu melakukannya dengan penuh kasih dan sayang, karena akan berdampak pada ’kenyamanan dan ketentraman jiwa’ anak didik.
Pada realisasinya, proses pendidikan kadang mengalami hambatan. Mencermati hambatan sedini mungkin menjadi peluang untuk lebih mudahnya upaya penyelesaian dilakukan. Apalagi jika setiap persoalan yang tergejala itu dibahas secara terbuka dengan kesiapan untuk menerima kritik dan saran. Di sinilah peran kepala sekolah untuk memanaj dan memberi bimbingan secara positif dengan pendekatan dialogis dan kontrol.
1. Dialogis
Dalam dialog setiap orang terbuka mengemukakan pendapat dan harapannya. Di sini penghargaan dan pengakuan kesejajaran menjadi satu kebutuhan bersama. Keterbukaan dan upaya kesefahaman yang dibangun kadang terusik oleh ketersinggungan, sikap ngotot seseorang, informasi yang keliru dll.
Untuk mendialogkan informasi yang berpeluang salah atau mengadu domba, maka proses klarifikasi atau tabyyun menjadi keharusan adanya. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Al Hujurat (49) ayat 6 : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Dialog bertujuan untuk mendapat kesamaan pandangan atau penerimaan terhadap satu kebenaran. Dengan demikian, berfikir jernih dan berpandangan positif menjadi prasyarat bagi dialog yang baik.
Dialogpun akan bermanfaat untuk menghadapi situasi yang kurang nyaman karena adanya gejala gangguan interpersonal pada salah seorang guru. Persoalan pribadi, meski disadari tidak selayaknya mengganggu profesionalisme seorang guru, namun dalam kondisi tertentu hal ini bisa saja terjadi. Sikap kasih sayang dan pengertian diantara para guru akan sangat membantu guru yang bersangkutan untuk mengelola emosi dan menyelesaikan masalahnya.
Sikap bijak kepala sekolah dalam menyikapi persoalan yang berkembang dan membuka peluang dialog bagi setiap guru, tentu akan memberi ketenangan dan kenyamanan bekerja. Kondisi ini dapat mendorong produktivitas kerja guru.
Membincangkan perkembangan anak dengan pendekatan dialog berpeluang pengembangan kajian secara holistik. Dengan mendiskusikan penanganan anak maka guru akan memiliki banyak alternatif solusi yang bisa diterapkan. Dalam proses implementasi akan terlihat tingkat keberhasilan yang diraih. Melalui proses ini para guru belajar melalui pengalaman, learning by doing.
2. Kontrol
Upaya menjadikan sekolah sebagai lingkungan kondusif bagi anak, menuntut kesiapan guru untuk menjadi teladan. Hal ini dapat diupayakan sebagai ’kebiasaan’ jika setiap individu yang terlibat meiliki motivasi yang jelas dan agung yaitu ’pengabdian semata kepada Allah’. Dengan semangat pengabdian inilah akan tumbuh kesadaran melaksanakan tugas secara konsisten dan konsekuen.
Upaya positif yang guru lakukan sangat membutuhkan respon dan penghargaan yang seimbang dari kepala sekolah. Perhatian dan pengakuan atas kinerja guru akan menjadi daya dorong bagi guru untuk bekerja lebih baik lagi. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu memiliki kecermatan dan kejelian menilai dan menghargai sebuah usaha dan karya.
Kontrol yang dilakukan secara periodik, baik mingguan ataupun bulanan menjadi peluang untuk melihat perkembangan anak dan proses penanganan. Hal-hal positif yang mendukung proses penyelesaian masalah dan tergejala lebih tepat dilakukan dapat dengan segera dilaksanakan. Perubahan kebijakan dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan perkembangan, kemudian akan dilihat kembali dampaknya. Proses ini memungkinkan penanganan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
Peran kepala sekolah untuk membantu menganalisa kinerja guru serta dampak perlakuan terhadap anak. Dengan demikian implementasi yang guru lakukan sebagai respon terhadap pengarahan dan bimbingan kepala sekolah akan menunjukkan kemajuannya.
Pendekatan dialogis dan kontrol ini digunakan pada proses penanganan anak bermasalah dalam penanaman disiplin dan konsentrasi. Proses pembelajaran disiplin yang diiringi dengan keteladanan orang tua dan guru melalui pembiasaan menaati aturan akan merupakan pengajaran disiplin terbaik, karena menjadi pengalaman hidup anak.

Tugas Perkembangan Anak

Memasuki usia 4 tahun, anak sudah dapat lebih dikondisikan dengan ‘belajar’ yang ‘bermain’ sehingga menjadi peluang untuk menumbuhkan kreatifitas anak. Untuk itu anak perlu diberi kebebasan berimajinasi dan mengekspresikan diri. Upaya mengoptimalkan perkembangan kreatifitas anak, dengan melakukan 4 strategi yaitu : “menghargai pribadi anak, memberi kesempatan luas bagi anak untuk beraktifitas, perhatian dari pendidik, dan menghargai hasil produksi anak”. (Nakita, 2003)
Empat strategi di atas perlu dilaksanakan dengan memperhatikan tugas perkembangan anak. Erikson menyatakan bahwa tahap perkembangan anak usia 2-6 tahun, sebagai masa konflik untuk mengungkapkan perasaan, sekaligus menjadi masa penuh inisiatif bila anak diberi kebebasan (Muro JJ & Kottman Terry, 1995). Oleh karena itu, perlu memanfaatkan saat beiajar anak di mana anak senang mengulang. Kegemaran mengulang merupakan aktivitas penting untuk belajar keterampilan, menjadi pemberani dan senang mencoba hal-hal yang baru, sehingga anak akan berusaha menambah keterampilan baru.
Awal masa kanak-kanak ditandai oleh moralitas dengan paksaan, suatu masa di mana anak belajar rnematuhi peraturan secara otomatis rnelalui hukuman dan pujian. Periode ini juga merupakan masa penegakan disiplin dengan cara yang berbeda, ada yang dikenakan disi¬plin yang otoriter, lemah dan demokratis.
Disiplin merupakan pembiasaan penting yang perlu diperkenalkan sedini mungkin kepada anak, yang diprogramkan bersamaan dengan upaya merangsang seluruh aspek perkembangan yaitu fisik, intelektual, sosial dan emosional. Penanaman disiplin dapat dilakukan dengan pengarahan dan bimbingan yang kental dengan keteladanan dari guru, sehingga anak memiliki figure sekaligus pengalaman proses pendisiplinan itu sendiri.
Penanaman disiplin pada anak dilaksanakan sepanjang kehidupannya bersamaan interaksi sosial yang dialami anak, karena bersosialisasi berarti anak mengalami proses belajar melalui pengalaman untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat, (Sobur, 2003 : 132).
Pembekalan dan pengenalan tentang aturan yang berlaku dalam pendisiplinan belajar dan bersosialisasi akan membentuk sikap anak yang mampu menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Setiap anak disadarkan tentang potensi dirinya diiringi sikap bersyukur sekaligus mampu menghargai kelebihan orang lain. Pada sisi lainnya, anak pun dibimbing untuk mengakui kekurangan dirinya dan mampu bersabar. Kelebihan dan kekurangan ini disadarkan fungsinya agar tercipta keseimbangan hidup, sehingga sesama manusia itu terbina sikap saling tolong menolong, berbagi dan menerima.
Melalui kegiatan PBM, bermain dan bersosialisasi, kesulitan dan hambatan anak senantiasa dicermati dan dideteksi sedini mungkin. Memang menetapkan seseorang mengalami gangguan konsentrasi membutuhkan observasi yang seksama. Namun, dengan mengenali gejala gangguan konsentrasi diharapkan dapat mengeliminir dampak buruknya serta penanganan pun dapat dilakukan dengan tepat dan cepat. Umumnya gangguan konsentrasi erat hubungannya dengan gangguan fisik seperti hiperaktif, autis dll.

Gejala gangguan konsentrasi :
• Mudah beralih perhatiannya karena stimuli lingkungan.
• Aktivitas tinggi, selalu berlari berkeliling & tidak mampu duduk selama melakukan satu aktivitas.
• Hanya bermain sebentar dengan satu mainan, untuk kemudian beralih ke aktivitas yang baru.
• Impulsif dalam memegang sesuatu, perlu diingatkan 3 kali atau lebih sebelum menyentuh sesuatu.
• Menghilang dari aktivitas, sulit untuk ikut aktivitas kembali, perlu respon segera.
• Tidak dapat beralih fokus dari satu obyek ke obyek lain setelah bermain dalam periode yang lama.
• Mudah menyerah; bila frustrasi dan perlu dorongan untuk terus melakukan aktivitas.
• Hanya memilih tugas yang mudah.
• Kegiatan tak bertujuan, tanpa eksplorasi yang terpusat.
• Tergantung pada orang dewasa untuk memusatkan perhatian selama aktivitas bermain.
http://kobalsangaji.blogspot.com/2007/08/anak-tidak-busa-konsentrasi-gangguan.html

Adapun yang menyebabkan gangguan konsentrasi adalah berkaitan dengan gangguan saraf dan pola pengasuhan yang permissive yang bersifat menerima apa saja yang anak lakukan. Oleh karena itu, perlu kerjasama sekolah dengan orang tua agar ada kesamaan dalam menerapkan pola asuh. Hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pola asuh ini adalah :
• Jangan terlalu menekan anak
• Mengenali cara dan waktu belajar anak
• Sebisa mungkin sediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan televisi, mainan atau suasana bising.

B. Kajian Hasil Penelitian

Guru sebagai pendidik memantau perkembangan anak dan mencatatkannya dalam data ‘running record’. Data ini dianalisa oleh guru dan dicoba untuk memprediksi alternatif yang mungkin dilaksanakan. Pandangan dan temuan guru diungkap dan dikaji bersama dalam forum koordinasi dengan kepala sekolah.
Forum koordinasi ini merupakan proses dialog yang bertujuan mencapai kesefahaman dan adu agumentasi untuk mendapat solusi terbaik bagi kasus anak. Pengarahan dan bimbingan kepala sekolah membantu guru untuk melihat kasus lebih cermat dan komprehensif. Dengan kontrol yang dilaksanakan secara periodik, yaitu mingguan dan bulanan, maka progres penanganan kasus anak akan selalu terpantau.
Setiap progres yang terjadi, kemajuan ataupun kemunduran pada perkembangan anak maka kondisi ini harus didiskusikan untuk dibaca dan diteliti penyebabnya. Kecermatan analisa dan arahan yang kepala sekolah berikan dalam proses kontrol, maka kondisi ini akan berpengaruh pada kinerja guru, di mana budaya ‘kerja sama tim’ dan ‘hormat’ menjadi spirit dalam prestasi kerja. Tentunya budaya ini akan berdampak pada peningkatan mutu dan kualitas pendidikan.

III. METODE PENELITIAN

A. Objek tindakan

Upaya mengoptimalkan kecerdasan anak diawali dari kecermatan mengamati hambatan yang dialami anak, baik dalam bersosialisasi maupun sikap belajar. Fenomena permasalahan pada anak direspon secara baik agar dapat diprediksi inti masalahnya sehingga dapat diprogramkan langkah penanganannya.

B. Setting

Penelitian ini dilaksanakan di TK Islam miftahul Fath. Dengan visi pendidikan yaitu pembentukan anak shaleh yang cerdas dan percaya diri, proses PBM maupun bersosialisasi, dijadikan landasan kajian penelitian ini. Seluruh aktivitas anak selama di sekolah, senantiasa dipantau dan dicatat, baik dalam buku kbm maupun catatan anekdot.
Pemantauan guru terhadap aktivitas anak sekaligus berperan mengarahkan dan membimbing anak dalam menyikapi persoalan atau kasus yang muncul. Intensitas pantauan yang tinggi ini menuntut perhatian merata kepada seluruh murid, oleh karena itu rasio guru : murid adalah 1:10.
PTS ini akan menjelaskan upaya penanganan guru terhadap seorang anak laki-laki usia 3 tahun 10 bulan, masuk di TK kelas A. Kondisi awal dalam di sekolah dalam PBM adalah :

• Belum terlibat
• Belum mau masuk kelas
• Belum bisa duduk tenang
Sedangkan dalam bersosialisasi :
• Asyik main sendiri di area motorik kasar
• Belum biasa kontak mata ketika berbicara
• permainan mudah beralih
• suka jail kepada teman
• mudah menangis (ngadat) bila ada keinginan.

Penanganan kasus ini diupayakan dengan :
• Menciptakan ‘rasa aman’ dalam pendekatan dengan anak
• Pengenalan aturan
• Pengenalan ‘hukum balasan’
• Pengenalan tanggung jawab
• Latihan peningkatan rentang konsentrasi

C. Metode Pengumpulan Data

Pembiasaan “shaleh, cerdas dan percaya diri” senantiasa dilakukan dengan memotivasi anak untuk mendapatkan kecintaan Allah. Menghadirkan Allah di setiap persoalan yang dihadapi mendorong anak untuk terbiasa tergantung dan berlindung kepada Allah.
Penelitian ini dilaksanakan sejak hari pertama sekolah di tahun ajaran baru yaitu 19 Juli 2009 hingga 21 Agustus 2009. Dengan mengamati perilaku sehari-hari dan menganalisa catatannya, guru melakukan tindakan responsif atas fenomena. Hasil kerja guru ini didiskuikan dalam rapat koordinasi. .
Pengamatan ini dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara. Penelitian kolaboratif ini dilakukan bersama-sama antara kepala sekolah, guru dan orang tua. Dengan kerja sama ini, perlakuan dan aturan yang diterapkan pun menjadi sama, sehingga anak memiliki ‘konsep aturan’ yang ajeg.
Setiap tahun ajaran baru, banyak anak baru belajar bersekolah dan ditinggal oleh orang tua. Biasanya proses adaptasi mereka membutuhkan penanganan dan kesabaran ekstra para guru. Setiap anak datang dengan persoalan masing-masing, dan umumnya belum terbiasa dengan “aturan”, sehingga guru perlu memberi penjelasan berulang-ulang. Pemantauan terhadap kondisi awal anak ini dilakuan selama 2 pekan, yaitu dalam masa perkenalan dengan lingkungan baru. Dari hasil pemantauan dan mencermati running records akan terlihat gejala anak yang perlu ditangani secara intensif.
PTS merupakan penelitian akan penanganan guru terhadap siswa yang perilaku dan perkembangannya menjadi bahan kajian dan observasi. Penelitian ini menggunakan observasi terbuka di mana guru sebagai observer senantiasa mencatat peristiwa dan perilaku anak selama di sekolah dalam running records.
Pendataan, penganalisaan dan penanganan yang guru lakukan selalu dilaporkan dan dicermati oleh kepala sekolah. Koordinasi dan evaluasi dilakukan setiap hari Jum’at, di mana temuan masalah akan didiskusikan dengan guru dan diarahkan langkah-langah penanganannya.
Dalam penangan dan penanaman ‘disiplin’ media yang digunakan adalah ‘cd film’ sedangkan untuk konsentrasi menggunakan alat permainan seperti match it, bermain huruf, math lab, dll.
Metoda yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara. Pelibatan orang tua merupakan keharusan untuk menulusuri peluang penyebab masalah dan kerja sama dalam perlakuan.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini dilaksanakan sejak hari pertama sekolah di tahun ajaran baru yaitu 19 Juli 2009 hingga 21 Agustus 2009, dilakukan dengan dua siklus masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan, yakni : perencanaan, perlakuan, observasi dan refleksi. Siklus pertama (19 – 31 Juli 2009) difokuskan pada pengenalan dan pembiasaan, sedangkan siklus ke dua diarahkan sebagai proses perubahan.

Siklus pertama adalah pengenalan dan pembiasaan aturan
Agar interaksi yang terjadi itu bermakna, maka perlu dibina kedekatan dengan anak sehingga dia merasa aman di lingkungan sekolah. Pengkondisian ini dilakukan dengan menanyakan keadaan dan perasaan anak pada pagi hari dan memotivasinya untuk patuh pada aturan.
Rasa aman dan kedekatan yang dibina bersama anak, diupayakan menjadi pembiasaan dialog agar anak dapat mengungkapkan ‘emosi dan perasaannya’. Dialog inipun menjadi latihan ‘kontak mata’ ketika anak terlibat dalam pembicaraan.
Interaksi yang mencair sangat memungkinkan untuk mengenalkan aturan kepada anak dalam kegiatan bermain dan PBM. Aturan yang perlu dijelaskan dan dibiasakan adalah : aturan dalam bermain, aturan waktu bermain dan belajar, aturan membereskan alat makan dan mainan setelah selesai menggunakan, cara mengungkap keinginan, aturan giliran, dlsb. Mencermati peristiwa/kasus anak dengan pengarahan langsung di saat kasus terjadi akan menjadi pengalaman anak tentang aturan yang diberlakukan.
Pengalaman berinteraksi anak dalam bersosialisasi dengan penerapan aturan yang konsekuen dan konsisten sangat membutuhkan keteladanan dari guru.

Siklus ke dua adalah proses perubahan.
Berdasarkan hasil pengamatan siklus pertama, catatan keberhasilan dan hal-hal yang perlu penguatan, menjadi dasar bagi tahapan penelitian selanjutnya. Pada tahap ini, penekanan penanganan anak difokuskan pada pengenalan ‘hukum balasan’ dan pengenalan tanggung jawab. Kedua persoalan ini menjadi dasar pengalaman bagi pemberlakuan aturan, yang konsisten dan konsekuen, di mana contoh konkrit akan tampak pada perilaku guru sebagai teladan. Pelaksanaan siklus ke dua adalah 3 – 21 Agustus 2009.
Proes perubahan sangat memerlukan kecermatan dalam pengamatan, karena perubahan sekecil apapun dalam proses pembiasaan ini harus dijadikan momentum dan peluang keberhasilan. Tahapan perubahan sebagai indikator keberhasilan adalah:
• Mau masuk kelas dan terlibat PBM
• Bisa dikondisikan untuk duduk
• kontak mata ketika berbicara
• rentang konsentrasi 5-10 menit
• menerima aturan yang diberlakukan

E. Instrumen

Penelitian ini menggunakan instrumen

a. Catatan kejadian (anekdot)
Anekdot digunakan untuk mencatat gejala, kejadian, sikap dan perilaku siswa yang menjadi obyek penelitian (lampiran …).

b. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara ditujukan pada siswa, orang tua siswa, dan guru yang menjadi obyek penelitian.

i. Pedoman Wawancara untuk Orang Tua
Digunakan untuk mengetahui latar belakang keluarga, peristiwa yang terjadi sebelumnya, sikap dan perilaku siswa di luar sekolah(lampiran …).

ii. Pedoman Wawancara untuk Siswa
Digunakan untuk menggai informasi mengenai kondisi emosi, masalah yang dialami, kondisi keluarga, (lampiran …).

iii. Pedoman Wawancara untuk Guru
Digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa selama pembelajaran, hubungan siswa dengan siswa lainnya (lampiran ….).

c. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati sikap dan perilaku siswa selama di sekolah, baik ketika PBM maupun bersosialisasi (lampiran ….)

F. Analisis dan Refleksi

Setelah data terkumpul pada setiap akhir pertemuan, dilakukan analisis data dan refleksi. Refleksi dilakukan dengan melibatkan rekan guru sebagai kolaborator untuk mengetahui obyektifitas proses tindakan terapi yang dilakukan.

Adapun analisis data untuk catatan lapangan, wawancara dan observasi menggunakan analisis berdasarkan logika induktif. Analisis akan bergerak dari sesuatu hal yang khusus atau spesifik, yaitu yang diperoleh di lapangan, ke arah suatu temuan yang bersifat umum, yang akan muncul lewat analisis data berdasarkan teori yang digunakan

Patton (1990) berpendapat bahwa tidak ada cara yang paling benar secara absolut untuk mengorganisasi, menganalisis, dan menginterpretasikan data kualitatif. Karena itu, maka prosedur analisis data dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan penelitian.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mendeskripsikan hasil dan pembahasan PTS, penulis akan menggabungkan proses di tiap siklus dalam bentuk narasi, tanpa memilah berdasarkan empat tahapannya. Sebagaimana yang direncanakan, siklus pertama difokuskan pada pengenalan dan pembiasaan, sedangkan siklus ke dua menjadi proses perubahan.

A. Siklus Pertama

Dalam pemantauan hari pertama masuk sekolah di TK Islam Miftahul Fath, Fr yang telah mengikuti Play Group (2bulan) sudah bisa ditinggal orang tua. Dia asyik main sendiri di papan luncur. Ketika bu guru membunyikan tamburin sebagai tanda kegiatan sekolah dimulai, dengan mengajak semua anak untuk bernyanyi dan berbaris, Fr menolak. Dia tidak beranjak dari tempat bermainnya. Setelah dicoba membujuk dengan berbagai cara dan tidak berhasil, maka fenomena yang tertangkap adalah ‘persoalan aturan dan disiplin’. Persoalan konsentrasi dimunculkan karena seringnya beralih permainan dalam waktu singkat, hal ini akan dikaji untuk melihat ada/tidaknya gangguan konsentrasi.

Disiplin
Menghadapi Fr yang bersikukuh untuk terus bermain, guru mengajak Fr untuk berbicara sebagai tahap awal mencipta rasa aman dan kedekatan yang dibina bersama anak. Usaha guru memberi pengertian bahwa sekarang waktunya kegiatan di kelas, tidak dihiraukannya. Pertanyaan yang dilontarkan pun belum mendapat respon positif, dia tetap berdiam diri sambil terus bermain.
Dalam pantauan di pekan pertama ini Fr masih bermasalah dalam pengelolaan emosi, adaptasi, dan sosialisasi. Dalam bersosialisasi Fr masih sulit dikendalikan, karena dia ego sentries. Terhadap teman, dia suka memaksa dan merebut mainan teman. Tetapi, jika mainannya direbut teman, maka Fr menangis keras. Dalam setiap kejadian guru akan selalu menjelaskan benar – salahnya suatu perbuatan sekaligus menjelaskan aturan bermain bersama dan cara meminjam.
Pada tanggal 22 Juli 2009, ketika bermain di dalam bak pasir, temannya menyiramkan pasir ke muka Fr. Guru bersegera memberi pertolongan sekaligus memberi pengertian tentang perbuatan buruk. Dari peristiwa ini, guru mengungkap pertanyaan dan pernyataan yang membimbing Fr untuk dapat mengungkapkan ‘perasaannya’. Bahaya perbuatan tersebut pun dijelaskan agar Fr tahu dan tidak mengikuti melakukannya. Rasa sakit dan kecewa yang dialaminya menjadi contoh konkrit penanaman aturan yang harus dipatuhi setiap anak.
Ketika Fr terlibat perselisihan, dia meremas muka temannya, yang ternyata dibalas oleh temannya (24 juli). Kedua anak tersebut pun menangis. Guru mencoba menjelaskan tentang ‘sakit dan menyakiti’. Penejelasan ini ditujukan agar anak mengetahui bahwa keduanya merasa sakit, dan masing-masing telah menyakiti. Oleh karena itu, keduanya digiring untuk menyadari telah berbuat salah dan perlu untuk saling meminta maaf.
Sikap dan kasih sayang guru di setiap masalah yang Fr hadapi berdampak pada sikap Fr merespon guru. Fr menunjukkan sikap hangat. Dia mulai mau mengungkap jika ditanya. Suasana ini sangat tepat dan kondusif untuk mulai mengenalkan aturan dalam bermain.
Dengan cairnya kebekuan Fr, dan adanya kemauan Fr menjawab pertanyaan guru, maka penanganan persoalan aturan dan disiplin dapat dilakukan, meskipun baru dalam persoalan sosialisasi. Persoalan yang kerap muncul dalam berosisialisasi dan penyikapannnya antara lain :

a. anak berebut mainan, maka guru perlu melerai dengan bijak dan bertanya siapa yang lebih awal mengambil mainan tersebut dan menjelaskan ‘bagaiman cara meminjam kepada teman’.

b. Sikap buruk menyakiti teman, seperti memukul dan mendorong maka guru perlu bercerita tentang sakitnya seseorang karena diperlakukan buruk oleh temannya. Di sini guru perlu berdialog tentang berbagai contoh perilaku buruk, dan tidak seorangpun mau menerima perlakuan buruk tersebut. Sebagai pendukung penjelasan guru, anak-anakpun diajak menonton cd cerita ‘budi pekerti’. Lalu guru memberi penekanan isi cerita melalui pertanyaan-pertanyaan yang dijawab anak secara spontan dan acak. Setelah anak memahami berbagai perilaku buruk dan akibatnya, maka anak dimotivasi untuk berperilaku baik agar mendapat cinta dan kasih sayang Allah. Kemudian anak diminta kesepakatannya bahwa tidak seorangpun mau diperlakukan buruk.

c. Anak memainkan alat-alat di play ground, maka guru perlu :
1) menjelaskan cara bermain yang aman.
Jika anak tidak mengetahui cara yang benar dalam bermain ayunan, perosotan, terowongan jarring ataupun spider web, maka besar peluang bagi anak mengalami cedera atau jatuh. Oleh karena itu anak perlu diingatkan untuk menghindarkan diri dari posisi bahaya.
2) menenangkan anak untuk bersabar menunggu giliran
setiap ‘menunggu’ pasti tidak menyenangkan dan perlu kesabaran. Oleh karena itu, guru perlu menjelaskan dan membantu anak untuk mengelola emosinya
3) memberi contoh cara untuk mengajak bermain bersama dan bergiliran
4) guru memberi contoh dan melakukan adegan sesuai kejadian

Memberi pengertian tentang giliran kepada anak TK memang cukup sulit. Di sini anak dituntut untuk mengelola emosinya dan bersabar. Bantuan guru yang membimbing anak mengungkap perasaannya merupakan latihan pengelolaan emosi yang konkrit. Dengan mengungkap perasaan, emosi anak pun sudah tersalurkan. Didukung pengertian dan kesefahaman. , Fr pun bisa menunggu giliran, meski mimik mukanya masih cemberut.
Proses penanaman aturan dan disiplin dalam bersosialisasi sudah menunjukkan perubahan pada Fr. Meskipun Fr tidak berkenan pada satu kondisi tertentu, namun dia mulai bisa mengendalikan emosinya dan tidak serta merta menangis.
Memanfaatkan kegiatan bersosialisasi untuk proses penanaman aturan secara dialogis, Fr mulai diperkenalkan dengan aturan tentang waktu. Kegiatan di sekolah itu ada waktu main, berlatih, makan, gosok gigi, wudlu dan shalat. Pengenalan aturan ini dilakukan setelah Fr bisa menerima dan menyepakati penjelasan guru. Meski Fr sudah mulai komunikatif, namun dia masih belum mau mengikuti aturan masuk kelas, hingga 26 Juli 2009.
Pembelajaran di taman kanak-kanak memang bukan sekolah formal. Pembelajaran terjadi sejalan dengan aktivitas anak, baik ketika bersosialisasi maupun dalam PBM. Hasil sementara dalam siklus ini Fr menunjukkan sikap mau berteman dan menerima aturan berteman. Kondisi ini menggambarkan pendekatan dialogis dan kesefahaman yang dibiasakan kepada Fr mampu mengubah sikap Fr yang awalnya tidak mengenal aturan dan menyendiri.

Konsentrasi

Dalam siklus pertama, Fr berproses untuk menerima dan diberlakukan aturan. Proses ini baru pada aktivitas bersosialisasi, sedangkan untuk masuk kelas dia masih belum mau. Praduga rentang konsentrasi rendah didasarkan pada fenomena di mana Fr mudah beralih permainan dalam waktu singkat. Hal ini dimunculkan agar dapat ditangani segera sebagai tindakan prefentif. Karena Fr belum terlibat dalam PBM, maka persoalan konsentrasi belum terlihat. Oleh karena itu, hal ini akan lebih dicermati di siklus ke dua.

B. Siklus Ke Dua

Proses mengenalkan aturan pada siklus pertama baru berkisar pada aturan bersosialisasi. Fr yang semula tidak bisa diatur dan tidak menerima aturan, mulai menunjukkan perubahan sikap dengan menerima kesepakatan aturan meskipun kadang belum diikuti dengan sikap yang benar. Dalam siklus ke dua, pendisiplinan diarahkan pada proses perubahan.

Disiplin
Memasuki pekan ke tiga, 28 Juli 2009, Fr mulai dikondisikan untuk terikat aturan dan harus mematuhinya. Proses ini dilakukan dengan pemaksaan, namun harus sesuai aturan dan tetap diupayakan untuk dibangun dengan kesepakatan bersama anak. Dalam dialog, Fr menerima bahwa belajar itu agar menjadi pintar, dan ia pun harus rajin belajar. Oleh karena itu, Fr tidak boleh berada di area bermain ketika PBM berlangsung. Dalam tahap ini, Fr belum diharuskan untuk terlibat dalam PBM. Fr baru berlatih duduk tertib di dalam kelas.
Agar Fr tidak bermain di area play ground, maka seluruh pintu dikunci. Respon Fr dalam pembiasaan ini adalah ‘menolak’ yang ditunjukkan dengan menangis keras dan berlari mencoba ke luar. Guru mengingatkan kembali pada kesepakatan tentang perlunya belajar. Namun karena Fr tetap menangis, maka guru memberi penjelasan ulang dan kemudian memberi pilihan sikap bagi Fr, yaitu mau berdamai dan mengikuti aturan guru atau terus menangis dan diabaikan guru. Pada hari pertama pemberlakuan aturan ini, Fr lebih memilih menangis dan diabaikan guru.
Pengalaman diabaikan dan lelah menangis membuat Fr pada 29 Juli mau mengikuti aturan guru. Fr mau masuk kelas meski belum bisa duduk tenang, walaupun baru sampai jam 09.30. Setelah waktu bermain habis (10.30), Fr kembali menangis dan merajuk, dia masih ingin terus bermain dan tidak mau masuk kelas. Guru kembali mengingatkan tentang kesepakatan kemarin, mentaati aturan atau diabaikan. Sikap konsisten ini mengajarkan Fr bahwa dia tidak memiliki pilihan lain kecuali harus mengikuti aturan guru, di sini Fr dilatih disiplin tentang waktu belajar di kelas.
Pemberlakuan aturan secara konsisten dan konsekuen menjadi daya dukung terciptanya lingkungn kondusif karena anak membutuhkan keajegan nilai. Kondisi pembiasaan nilai ini perlu dilakukan dengan mengenalkan dan mendekatkan anak kepada Allah SWT. Memperkenalkan Allah SWT. kepada anak-anak harus konkrit sesuai dengan pengalaman anak, melalui cerita dan bukti kemahamurahan dan kemaha pengasihan Allah SWT. Menceritakan dan mengkaji pengalaman anak disampaikan dengan mengaitkannya pada Al Qur’an sebagai sumber aturan. Pembiasaan guru yang merujuk aturan pada al Qur’an menyebabkan anak memiliki kepastian tentang aturan dan konsekuensinya. Kepastian nilai pada anak akan berpengaruh dengan munculnya rasa percaya diri, sehingga anak dapat melakukan sesuatu dengan mantap dan penuh keyakinan.
Dari uraian di atas, tampak bahwa pemberian pengertian aturan dengan melibatkan anak dan pemberlakuannya secara konsekuen dan konsisten telah mampu mengubah Fr. Perubahannya memang belum sesuai harapan. Kesulitan Fr menyikapi aturan dan mengikutinya, menunjukkan perlunya mengetahui latar belakang kehidupannya.
Ketika ibunya datang ke sekolah, Fr malah tidak mau masuk kelas, diingatkan tentang aturanpun tetap tidak bergeming. Dari wawancara pada 30 Juli 2009 itu diceritakan hubungan ibu – anak yang kaku, penuh aturan berupa larangan dan kurang mengungkap perasaan dan harapan masing-masing. Diungkapkan bahwa ibu tidak mendapat cerita apapun dari Fr tentang pengalamannya di sekolah.
Kondisi relasi Fr sebagaimana dijelaskan di atas mengakibatkan Fr tertutup pada ibunya. Peristiwa yang bisa dikategorikan besar, yaitu Fr yang disiram pasir dan pemaksaan disiplin agar Fr masuk kelas pun tidak diketahui ibunya. Meski demikian, Fr selalu menuntut perhatian ibu dengan menunjukkan sikap merengek, tanpa menjelaskan hal yang sesungguhnya dimauinya.
Kondisi di rumah memang berbeda kontras dengan di sekolah. Perbedaan rumah dengan sekolah memang perlu dibenahi. Kerja sama perlu dilakukan agar ada kesamaan aturan dan pemberlakuannya. Kondisi inilah yang masih jadi hambatan penanaman disiplin kepada Fr.
Di sekolah, Fr dikondisikan untuk mengikuti aturan dan dibimbing mengungkapkan yang dirasakan dan dimauinya. Pengalaman berinteraksi ini didukung penerapan aturan yang diberlakukan secara konsekuen dan konsisten membuat Fr memiliki kejelasan aturan. Keteladanan guru memang sangat membantu terbentuknya pengertian dan kesefahaman secara utuh melalui proses pendisiplinan dan saling pengertian. Proses ini dilakukan terus menerus dan diupayakan menjadi kebiasaan.
Perubahan sikap Fr terhadap aturan terlhat pada sikap Fr menerima aturan. Proses pendisiplinan selanjutnya ditekankan pada pengenalan ‘hukum balasan’ dan pengenalan tanggung jawab. Aturan hukum balasan akan mengajarkan anak pada sikap hati-hati dan tenggang rasa. Jika dia tidak mau diperlakukan ‘demikian’, maka orang lain pun tentu tidak mau. Bimbingan untuk memahami aturan ini diharapan agar anak memiliki empati.
Bimbingan tentang hukum balasan secara bersamaan mengajarkan sikap bertanggung jawab. Pengembangan sikap tanggung jawab dilakukan pada setiap akhir aktivitas anak, misalnya membereskan mainan dan alat makan, mengembalikan barang pada tempatnya, dan lain sebagainya.
Perubahan Fr dalam aturan bersosialisasi mulai nampak pada kesediaan bergiliran dan mengungkap keinginan kepada teman (27 Juli 2009). Kondisi ini didukung oleh emosinya yang terkendali. Dengan demikian pendekatan dialogis dan kesefahaman mampu mendisiplinkan Fr khususnya dalam aturan bersosialisasi.
Penerapan aturan dikaitkan dengan disiplin waktu diupayakan agar Fr bisa terlibat dalam PBM. Dalam proses pendisiplinan Fr pada PBM perlu kesabaran ekstra. Ketika Fr sudah mau telibat aktivitas PBM, seperti baca do’a, kondisi ini terganggu dengan kehadiran murid baru (3 Agustus) yang belum tertib. Fr masih labil, sangat mudah terpengaruh. Oleh karena itu, sebagai pembiasaan pemberlakuanaturan, guru tetap mengingatkan Fr tentang aturan yang telah disepakati. Sebagai solusi atas gangguan dari murid baru, maka mereka dipisahkan kelasnya.
Dalam proses PBM Fr sudah mulai tertib dan minat belajar mulai muncul (10 Agustus). Pendisiplinan masuk kelas dan terlibat PBM sudah dapat diberlakukan kepada Fr dan diupayakan menjadi kebiasaan. Dengan demikian, pendekatan dialogis dan kesefahaman mampu menggiring Fr untuk menerima aturan disiplin belajar. Kondisi ini menjadi potensi sekaligus peluang bagi Fr untuk memiliki sikap belajar yang baik.

Konsentrasi

Dalam siklus pertama, Fr berproses untuk diberlakukan aturan bersosialisasi, sehingga dia belum terlibat dalam PBM, maka gejala rentang konsentrasi rendah belum terlihat. Dia hanya mudah beralih permainan dalam waktu singkat. Hal ini akan lebih dicermati di siklus ke dua.
Dengan pemberian pengertian tentang aturan dan pembiasaan pemberlakuannya, terlihat bahwa Fr sudah lebih terbuka untuk diatur. Namun, diakhir siklus pertama muncul gejala baru yang dikeluhkan ibunya (30 Juli), di mana Fr menjadi sulit untuk dipersiapkan berangkat ke sekolah. Berdasarkan catatan anekdot terlihat bahwa Fr sering datang terlambat, sehingga tidak memiliki waktu cukup untuk bermain dan beradaptasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar Fr bisa datang lebih awal.
Dengan cukupnya waktu bermain dan beradaptasi sebelum pembelajaran dimulai, Fr berproses terlibat dalam PBM. Dengan demikian rangsangan disiplin dan konsentrasi akan difokuskan pengamatannya pada kegiatan PBM.
Fr yang datang lebih pagi, yaitu jam 7.30 berpeluang untuk bermain lebih lama, sehingga ketika guru memanggil untu memulai PBM, dia mau mengikuti. Dalam kegiatan pembukaan yaitu baris, Fr tidak mengikutinya dengan baik, tapi sibuk main dan mengganggu teman. Ketika sudah di kelas, Fr masih belum tertib, meski sesekali mengikuti instruksi guru.
Aturan dalam PBM erat kaitannya dengan pembentukan sikap belajar yang meliputi konsentrasi, respon dan minat belajar. Dalam proses pendisiplinan Fr terhadap PBM, ada beberapa masalah yang kerap muncul dengan penyikapannya antara lain :

a. tidak tertib ketika baris, dicoba diberi pengertian tentang sikap murid yang shaleh yaitu :
1) mau mendengarkan nasihat guru.
2) Tidak mengganggu teman
3) Selalu ingin disayang Allah

b. Belum memiliki semangat untuk selalu mau berlatih agar menjadi lebih baik
1) Ditumbuhkan dengan pengarahan yang merupakan motivasi pagi hari yang dibiasakan kepada anak agar anak menjadi terobsesi menjadi anak shaleh.
2) Dimunculkan melaui pembiasaan anak yang dilatih menjadi pemimpin (KM) di saat aktivitas ‘baris’. Latihan ini menuntut anak untuk memberi contoh yang baik kepada teman-temannya. Terpilihnya seseorang menjadi KM merupakan kebanggaan, sehingga biasanya anak berusaha untuk bersikap sebaik mungkin. Pendekatan semacam ini sangat persuasive, sehingga anak melakukannya atas kemauan sendiri.

c. tidak mengikuti gerak dan pelafalan do’a/lagu ketika baris, dicoba diingatkan dan dengan bimbingan guru diminta untuk melafalkannya dengan suara lantang. Melalui pembiasaan ini, anak akan hafal terhadap do’a/lagu yang biasa dibacakan saat baris. Sampai siklus ke dua berakhir, Fr masih belum hafal dengan lancar do’a/lagu, tapi mulai menunjukkan kemauan untuk tertib

d. belum bisa duduk tertib, masih terlalu banyak gerak. Problema ini disiasati guru dengan beralih aktivitas dalam rentang pendek, seperti mendengarkan – menceritakan ulang – berlatih motorik halus. Pada pengamatan akhir, terlihat Fr bisa terlibat PBM dengan cukup baik selama 30 menit. Namun pada pembelajaran bahasa Arab, Fr masih sulit dikendalikan dan sering tidak terlibat PBM. Kreativitas guru dan kemampuan teknik pengelolaan kelas sangat berpengaruh pada sikap belajar Fr.

e. tidak memperhatikan guru atau beralih perhatian. Sikap ini sangat erat kaitannya dengan sikap duduk. Kepiawaian guru mengelola kelas berdampak pada kemampuan Fr untuk terlibat PBM dengan cukup baik selama 30 menit. Namun dengan guru berbeda, yaitu pada pembelajaran bahasa Arab, Fr masih sulit dikendalikan dan sering beralih perhatian dan tidak terlibat PBM. Keberhasilan dan besarnya pengaruh positif pada Fr sangat bergantung pada kreativitas guru. Dengan demiian, gejala gangguan konsentrasi pada kasus Fr ini belum tuntas kajiannya.

f. kontak mata ketika berbicara masih harus dilatih dan dibiasakan. Bila Fr tidak menyukai aturan yang akan diterapkan, sikapnya akan selalu berupaya menghindar dengan mengalihkan tatapan mata ke hal lain. Oleh karena itu, guru harus memegang wajah Fr dan mengingatkannya untuk memperhatikan nasihat guru dan menanyakan apa yang difahaminya. Dialog ini menjadi awal kesefahaman antara guru dengan Fr dan mengikat untuk diberlakukan. Pembiasaan ini berpengaruh pada sikap merespon lawan bicara. Fr pun jadi memperhatikan perilaku teman dan menyampaikan kesalahan temannya kepada guru. Perkembangan ini menunjukkan bahwa ia mulai tanggap dengan lingkungan sekitarnya.

g. rentang konsentrasi kurang dari 5 menit disiasati dengan latihan-latihan :
1) melalui permainan yang mengasyikan anak serta menumbuhkan rasa penasaran, sehingga dia selalu merasa tertantang. Rangsangan yang menumbuhkan rasa penasaran akan meningkatkan rentang konsentrasi. Permainan itu antara lain match it yang mencoba mencocokkan gambar, bermain huruf, snip snap, puzzle, dan lain sebagainya.
2) Pengamatan terhadap minat dan rentang perhatian anak yang dipantau dan dicatat perkembangannya, sehingga rangsangan dapat diarahkan pada hal-hal yang betul-betul menarik.
3) Upaya guru mempertahankan fokus anak pada permainannya dengan melibatkan diri ke dalam permainan anak dengan mengarahkan permainan anak melalui pertanyaan. Beralihnya perhatian anak ke upaya menjawab pertanyaan guru diusahakan agar anak kembali pada permainan sebelumnya

h. Berdasarkan pengamatan terhadap rentang konsentrasi Fr, Fr terlihat sangat bergantung pada situasi dan pengendali dari luar dirinya. Konsentrasi bisa bertahan lebih dari 5 menit jika permainannya sangat menarik atau gurunya mampu mengendalikannya. Oleh karena itu, gejala gangguan konsentrasi pada kasus Fr ini masih perlu pengamatan lebih lanjut, tapi persoalan ini sudah cukup mengganggu keterlibatan Fr dalam PBM

i. bertanya / menjawab yang tidak nyambung dikarenakan konsep kalimat yang belum baik dan atau pemahaman bahasa yang belum memadai. Kondisi ini disiasati dengan pembiasaan berdialog dengan penyamaan pemahaman. Dengan mengkonstruk pemahaman pada dialog yang berlangsung akan melatih anak memahami kalimat, sehingga dia bisa menerima informasi sekaligus meresponnya. Dalam observasi, Fr baru bisa memahami kalimat lawan bicara, namun masih perlu bantuan untuk mengungkapkan pikirannya.

j. belum terlibat kegiatan PBM disiasati dengan kreativitas guru dalam mengelola kelas, sehingga anak tertarik dan terkondisikan untuk mengikuti PBM. Upaya lainnya adalah menyesuaikan materi PBM dengan kecenderungan minat anak. Hal ini diupayaan untuk menghindarkan ‘rasa bosan dan jenuh’. Hasil observasi menunjukkan Fr sudah mulai terlibat PBM meski masih membutuhkan perhatian khusus.

k. belum tuntas dalam kegiatan motorik halus karena belum mendapat kesempatan ‘rangsangan’ yang memadai selama di rumah. Rendahnya rangsangan dan latihan motorik halus terjadi tanpa sengaja, di mana Fr mendapat banyak larangan dan sekaligus keharusan menjaga kebersihan dan kerapihan rumah. Fr memang diberi alat tulis, namun alat tulis tersebut disimpan dan tidak boleh dipakai. Untuk menyiasatinya, guru memberi latihan dengan volume yang disesuaikan dengan kemampuan anak, menghindari ‘kelelahan dan rasa bosan’ sehingga anak tetap bisa bangga karena mampu menuntaskan tugas yang guru brikan.
Memperbaiki masalah ‘motorik halus Fr, guru bekerja sama dengan orang tua agar Fr diberi kesempatan yang lebih untuk berlatih motorik halus. Latihan ini di mulai dengan permainan yang disukainya yaitu permainan bongkar pasang dan kreativitas “lasy”. Melalui permainan ini diharapkan kelenturan tangan dapat dilatih dan ditingkatkan, sehingga Fr dapat meningkatkan kemampuan motorik halus : menulis, mewarna dan lain sebagainya. Namun sampai pengamatan terakhir terlihat Fr masih membutuhkan latihan yang banyak dan kontinue.

Proses perubahan dalam pengamatan yang singkat ini memang belum memberi hasil yang signifikan. Namun sekecil apapun perubahan yang terjadi, maka hal tersebut menjadi peluang untuk diolah secara optimal untuk mencapai target yang diharapkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa yang kami lakukan, diperoleh gambaran bahwa pendekatan dialogis dan kesefahaman dapat mendisiplinkan dan meningkatkatkan rentang konsentrasi anak. Keberhasilan tindakan ini disebabkan oleh pengenalan dan pemberlakuan aturan yang konsekuen dan konsisten, didukung oleh keteladanan dan kesabaran guru. Dengan kesefahaman yang dibangun, anak merasa ‘diakui dan dihargai’. Perasaan ini akan mendorong anak untuk bersikap yang terbaik.
Dengan demikian pendekatan dialogis dan kesefahaman sebagai model dalam penelitian ini adalah pola usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam menangani anak, baik untuk mengeliminir hambatan pada anak maupun untuk mengoptimalkan potensi anak sebagai upaya rangsangan tumbuhnya kecerdasan majemuk.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penanganan guru terhadap problema anak yang dilaksanakan secara terprogram, dikomunikasikan dan terkontrol, menunjukkan keberhasilan yang terlihat pada perubahan sikap anak secara signifikan.
Melatih disiplin pada anak TK dilakukan dengan pemberian pemahaman dan kesefahaman tentang aturan akan menggiring anak melaksanakan aturan dan disiplin tanpa beban dan sesuai kemauannya
Pengalaman penerapan aturan secara konsisten dari kasus faktual akan memberi kesan mendalam pada anak sehingga anak akan mematuhi aturan yang diberlakukan
Pembiasaan dialog memberi peluang kepada anak untuk mengekspresikan perasaan dan pendapatnya, sehingga anak menyadari keterlibatan dirinya pada kesefahaman yang dibangun dan menuntut sikap taat pada aturan yang diberlakukan bersama.
Gejala gangguan konsentrasi dapat dieliminir dengan rangsangan optimal dan pemantauan yang kontinue, sehingga peningkatannya dapat diukur dari panjang-pendeknya perhatian anak terpusat pada satu aktivitas.
Bimbingan dan arahan kepala sekolah menjadi pendorong bagi terciptanya budaya sekolah yang kondusif, yaitu kerjasama tim dan rasa hormat. Lingkungan kondusif ini dapat meningkatkan kinerja guru.
Keteladanan guru menjadi kunci keberhasilan proses ini.

B. Saran

Biasakanlah untuk memberlakukan aturan secara konsekuen dan konsisten, sehingga anak memiliki kepastian nilai dan figur teladan yang patut diikutinya.
Didiklah anak-anak dengan cinta dan keteladanan, niscaya mereka akan menjadi generasi harapan yang memiliki kepribadian tangguh
Hindarkan ancaman dan larangan yang keluar dari rasa amarah, karena kondisi ini hanya memberi rasa putus asa dan anak akan kehilangan tempat berlindung

Daftar Pustaka

Dirjen PMPTK Depdiknas. 2007. Pengembangan Budaya dan Iklim Pembelajaran di Sekolah. Makalah pendidikan dan pelatihan

http://kobalsangaji.blogspot.com/2007/08/anak-tidak-bisa-konsentrasi- gangguan.html

Nakita. (2003) Mencetak Anak Kreatif. Jakarta : Gramedia

Muro JJ & Kottman Terry. (1995) Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools. USA : Brown & Brenchmark

Patton, M. Q. (1990) Qualitative Evaluation and Research Methods. Newbury Park :
Sage

Sobur, Alex, M. (2003) Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia

Win Qur’an